,

Aktivis Lingkungan: Longsor di Poboya Kota Palu Harus Jadi Titik Balik Penanganan Tambang Tanpa Izin

oleh -283 Dilihat

Palu – Aktivis Lingkungan: Longsor di Poboya Kota Palu Harus Jadi Titik Balik Penanganan Tambang Tanpa Izin. Longsor kembali terjadi di kawasan pertambangan emas ilegal (PETI) di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Kamis (9/10/2025).

Seorang sopir truk dilaporkan tertimbun material tanah di area tambang yang dikenal dengan sebutan Vavolapo.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, korban berinisial HN saat itu tengah berada di dalam truk ketika material longsoran tiba-tiba menimpa kendaraan.

Sebelumnya, pada 3 Juni 2025, longsor besar juga terjadi di area tambang ilegal “Kijang 30” dan menewaskan dua orang penambang.

Menurut laporan yang dihimpun TribunPalu.com, satu korban berasal dari Palolo, Kabupaten Sigi, dan satu lagi berasal dari Gorontalo.

Tragisnya, salah satu dari korban meninggal di lokasi kejadian, sementara yang lainnya menghembuskan napas terakhir dalam perjalanan menuju rumah sakit.

Menanggapi berbagai kejadian tersebut, Yayasan Masyarakat Madani Indonesia (YAMMI) Sulawesi Tengah menyampaikan keprihatinan mendalam atas berulangnya insiden longsor di lokasi tambang tanpa izin.

YAMMI menyoroti tingginya risiko keselamatan yang dihadapi para pekerja tambang ilegal yang beroperasi tanpa standar keselamatan dan pengawasan yang memadai.

Direktur Kampanye dan Advokasi YAMMI Sulawesi Tengah, Africhal Khamane’i, S.H., mengatakan aktivitas PETI di Poboya telah menjadi ‘bom waktu’ yang sewaktu-waktu bisa menelan korban jiwa.

“Para penambang di Poboya bekerja dalam kondisi penuh keterbatasan dan tekanan ekonomi. Mereka menghadapi risiko besar tanpa perlindungan maupun prosedur keselamatan yang layak,” ujar Africhal dalam keterangan tertulis, Jumat (10/10/2025).

Menurut Africhal, meski insiden serupa telah berulang kali terjadi, aktivitas pertambangan ilegal di kawasan Poboya masih terus berlangsung tanpa penindakan berarti.

Karena itu, YAMMI mendesak aparat penegak hukum dan instansi terkait untuk mengambil langkah konkret, di antaranya mengusut tuntas jaringan dan pihak-pihak yang terlibat dalam operasional PETI Poboya yang telah berlangsung bertahun-tahun; menindak tegas pemilik dan pengelola tambang ilegal sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Baca Juga : Temui Demonstran, Wali Kota Hadianto Tegaskan Komitmennya Terus Lakukan Perubahan di Kota Palu

Aktivis Lingkungan
Aktivis Lingkungan

Kemudian menutup secara permanen seluruh lokasi PETI di wilayah Poboya, menelusuri potensi pembiaran atau keterlibatan oknum yang memungkinkan aktivitas ilegal terus berlanjut.

“Kita juga perlu memahami dimensi sosial dan ekonomi yang melatarbelakanginya. Banyak masyarakat menggantungkan hidup pada tambang karena keterbatasan pilihan ekonomi. Solusi jangka panjang harus mencakup pemberdayaan masyarakat agar mereka memiliki alternatif mata pencaharian yang aman dan berkelanjutan,” katanya.

Ia juga mengingatkan agar pemerintah daerah tidak hanya bersikap reaktif setelah tragedi terjadi, melainkan harus proaktif dalam mencegahnya melalui edukasi keselamatan kerja, peningkatan pengawasan, dan penguatan ekonomi lokal secara berkesinambungan.

“Setiap hari tanpa tindakan berarti meningkatkan risiko jatuhnya korban berikutnya. Kita tidak boleh menunggu hingga lebih banyak keluarga kehilangan orang-orang yang mereka cintai akibat longsor di lokasi tambang,” tegas Africhal.

Sebelumnya, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah menilai kejadian ini mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut.

Indosat

No More Posts Available.

No more pages to load.